MUI: Boikot Produk Unilever
Seruan untuk memboikot produk Unilever terus menggema, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia. Seruan pemboikotan ini merupakan buntut atas sikap Unilever yang mendukung gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+).
Ketua Komisi Ekonomi MUI, Azrul Tanjung menilai kampanye pro LGBT yang gencar dilakukan Unilever sangat keterlaluan. Unilever ini memang perusahaan besar dalam produksi kebutuhan rumah tangga. Namun bukan berate konsumen tidak bisa beralih ke produk lain. Oleh karena itu ia mengajak masyrakat untuk berhenti menggunakan produk Unilever.
“Saya selaku ketua komisi ekonomi MUI akan mengajak masyarakat berhenti menggunakan produk Unilever dan memboikot Unilever,” ujar Azrul , Ahad (28/6/2020).
Sebelumnya, perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda, melalui instagramnya pada 18 Juni lalu menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBTQ+. Uni lever bahkan secara terang-terangan berkomitmen membuat bangga para LGBTQ+.
“Kami berkomitmen untuk membuat rekan LGBTQ+ bangga karena kami bersama mereka. Karena itu, kami mengambil aksi dengan menandatangani Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja,” kata Unilever.
Unilever juga membuka kesempatan bisnis bagi LGBTQ+ sebagai bagian dari koalisi global. Selain itu, Unilever meminta Stonewall, lembaga amal untuk LGBT, mengaudit kebijakan dan tolok ukur bagaimana Unilever melanjutkan aksi ini.
Baca JugaPostingan Lainnya
Rizal Ramli Ungkap Penyebab Jatuhnya Ekonomi RI
Selamatkan Pengungsi Rohingya, Bukti Pertalian Sejarah Aceh-Arakan
Nasib Pembakaran Bendera Tauhid dan Bendera PDIP
“Kalau ini terus dilakukan, saya kira ormas-ormas Islam bersama MUI akan melakukan gerakan anti-Unilever atau menolak Unilever dan kita mengimbau masyarakat untuk beralih pada produk lain,” tegas Azrul
Siap Beralih
Ahli ekonomi Islam, Syafi’i Antonio, mengatakan bahwa konsumen memiliki kekuatan untuk memilih produk sesuai dengan kemampuan ekonomi dan nilai yang dianut. Syafi’i juga menyarankan masyarakat mulai beralih pada produk lokal.
“Jadi, langkah pertama adalah kita setop membeli, lalu beli saham mereka, dan insya Allah sikap mereka terhadap LGBT akan berubah,” kata Syafi’i seperti dilaporkan Republika.co.id, Ahad (28/6).
Produk-produk Unilever diakui banyak masuk sebagai komponen kebutuhan sehari-hari. Terlebih produk Unilever banyak yang telah berlabel halal. Masyarakat juga sulit menemukan produk yang setara dengan unilever, baik dari sisi kualitas maupun harga.
Meskipun demikian, konsumen produk Unilever merasa kecewa dengan dukungan perusahaan itu terhadap gerakan LGBTQ+. Oleh karena itu, sejumlah masyrakat berkomitmen untuk mengurangi konsumsi produk-produk Unilever.
“Agak sulit sebenarnya karena sudah terbiasa pakai Unilever. Tapi, mungkin kalau ada produk yang sama bagusnya dan murah akan coba beralih,” kata Emil pengajar Ponpes di Tangerang
Perasaan yang sama juga diungkapkan oleh Rahmah Novitasari. IA turut kecewa dengan sikap Unilever yang mendukung gerakan LGBTQ. Namun demikian, menurutnya tidak mudah beralih produk, sebab produk unilever telah menghegemoni masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan hanya berusaha mengurangi penggunaan produk unilever.
“Kalau konsumen kompak mengurangi konsumsinya, Unilevermungkin akan memiliki pertimbangan menghentikan kampanye pro LGBT mereka” ujarnya